Sumber Foto: beebetternaturally.com

Oleh: Putri Maria Dermawati Allagan

Pulau Bali atau yang sering disebut dengan Bali Paradise merupakan pulau yang mempunyai kebudayaan dan pariwisata yang indah dan mempesona perhatian wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Keramahan penduduk lokal dan budaya Bali masih sangat terjaga dengan baik dan menjadi sihir bagi wisatawan. Banyak wisatawan datang dan kembali ke Bali untuk mempelajari hal tersebut.

Tingginya minat wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali berdampak positif pada ekonomi seperti terbukanya lapangan pekerjaan. Sektor perhotelan, restoran, dan jasa mendapatkan pengaruh besar dalam hal peningkatan pendapatan setelah kebangkitan pasca covid di tahun 2019. Pada tahun 2022 ekonomi Bali meningkat sekitar 4,19% dari segala sektor usaha yang ada di Bali (BPS Bali, 2022). Namun, di balik keindahannya, Bali menyimpan cerita yang menyedihkan. Persawahan mulai tergantikan oleh bangunan modern dan dijual kepada investor asing. Selain itu, tebing-tebing tinggi yang berada di tepi pantai juga mulai tergantikan oleh restoran dan hotel bintang lima.

Sawah Dijual Oleh Pemiliknya
Sumber Foto: Dokumentasi Penulis

Kunang-Kunang: Simbol Keindahan Alam yang Terancam

Akibat dari transformasi lahan hijau menjadi bangunan, ada sekelompok binatang yang kehilangan habitatnya untuk hidup. Salah satunya ialah kunang-kunang. Kunang-kunang merupakan hewan kecil yang berukuran 8-12.5 mm (Firefly Conservation and Research). Habitat tempat tinggal kunang-kunang adalah di sekitar ladang, perkebunan, pohon-pohon, dan hutan. Kunang-kunang juga sebagai hewan bioindikator yang mencerminkan kondisi daerah di sekitar lingkungannya. Jika kunang-kunang punah berarti daerah tersebut sudah mulai tercemar. Daerah tercemar tidak baik untuk kesehatan makhluk hidup dan akan berdampak buruk dalam jangka panjang kepada manusia.

Kunang-kunang merupakan hewan yang sangat sensitif. Dia akan mengeluarkan cahaya ketika merasa terancam atau terusik. Tak hanya itu, kegunaan dari cahaya kunang-kunang dewasa juga sebagai media untuk mencari pasangan. Cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang berasal dari enzim yang akan berubah menjadi cahaya. Enzim tersebut adalah luciferin. Enzim luciferin dibantu oleh ATP dan oksigen (O2) akan menjadi cahaya melalui reaksi kimia (Obat et al, 2020).

Rumus Senyawa Kimia Dari Perubahan Enzim Luciferin Menjadi Cahaya
Sumber: Jurnal Resurrecting the Ancient Glow of the Fireflies

Cahaya dari kunang-kunang juga dapat redup dikarenakan akibat dari polusi cahaya (Lewis, 2024). Sinar lampu yang terang akan membuat kunang-kunang tidak mampu untuk berdiam diri di daerah yang memiliki intensitas cahaya yang tinggi. Tidak hanya itu, suhu dan kelembaban juga mempengaruhi hidup dari hewan kecil ini. Hewan ini juga rentan akan polusi air maupun tanah yang tercemar akibat dari pestisida dan bahan-bahan kimia lainnya yang biasa digunakan oleh pertanian dan rumah tangga.

Rumah Konservasi Kunang-Kunang dan Regenerative Tourism

Indonesia masih memiliki kekurangan dalam hal jurnal maupun artikel ilmiah yang mempelajari tentang spesifik jumlah kunang-kunang. Hal ini terjadi dikarenakan banyak orang belum menyadari pentingnya kunang-kunang dalam ekosistem lingkungan. Kunang-kunang merupakan bioindikator alami yang dapat menentukan daerah tersebut memiliki kandungan yang baik atau tidak tercemar. Selain itu, fenomena mengenai hampir punahnya kunang-kunang juga didukung oleh pesatnya peningkatan urbanisasi yang terjadi setiap tahun. Peningkatan urbanisasi akan berdampak pada konversi lahan hijau menjadi perumahan dan industri. Selain itu, Perubahan iklim juga memberikan efek kepada kunang-kunang yaitu seperti peningkatan suhu yang ekstrim.

Peneliti dari Rumah Konservasi Kunang-Kunang dan Anak-Anak Sedang Belajar Mengenai Kunang-Kunang
Sumber Foto: Dokumentasi Penulis

Salah satu rumah untuk konservasi kunang-kunang yang ada di Indonesia terletak di Bali, yang bernama Tegal Dukuh. Tegal Dukuh sebagai lokasi Rumah Konservasi Kunang-Kunang atau yang sering disebut Bring Back The Light. Bring Back The Light adalah inisiatif program yang mengelola dan melindungi habitat alami kunang-kunang. Lokasinya berada di Tegal Dukuh Camp, Banjar Taro Kaja, Desa Taro, Kec. Tegallalang, Gianyar, Bali. Di Tegal Dukuh masyarakat dan pengunjung di didik untuk melakukan pelestarian terhadap spesies yang sudah mulai jarang untuk ditemui, yaitu kunang-kunang. Bli I Wayan Wardika adalah founder dari Bring Back The Light dan juga praktisi ecotourism yang memanfaatkan dan memelihara keindahan alam yang ada di Bali khususnya di Tegal Dukuh. Bli Wayan memiliki visi dan misi untuk mengembalikan kondisi atau habitat dari kunang-kunang agar dapat kembali hidup dan berkembang di Tegal Dukuh.

Upaya Bli Wayan dalam melakukan pelestarian juga melibatkan penduduk di Tegal Dukuh untuk melakukan peralihan dari pestisida kimia menjadi menggunakan produk organik yang lebih ramah lingkungan. Dengan melakukan upaya perubahan menggunakan organik, diharapkan jumlah wisatawan yang akan berkunjung akan bertambah banyak dan membawa dampak baik bagi perkembangan pariwisata berkelanjutan di Tegal Dukuh. Selain itu, Bli Wayan juga melakukan penelitian dan riset dalam upaya melakukan restorasi kembali habitat kunang-kunang. Penelitian dan riset ini akan menjadi upaya pendukung dalam hal edukasi kepada semua pihak yang berkunjung ke Rumah Konservasi Kunang-Kunang.

Peneliti Tim Riset Rumah Konservasi Kunang-Kunang (Bring Back The Light) Sumber Foto: Dokumentasi Penulis

Peran Generasi Muda dalam Mewujudkan Harapan

Sebagai generasi muda, seharusnya permasalahan lingkungan menjadi tanggung jawab untuk kita bersama. Praktik berkelanjutan yang ramah lingkungan sudah seharusnya dapat kita terapkan dalam berbagai hal dalam kehidupan. Bukan hanya efek positif dalam lingkungan, namun juga harus membawa efek penambahan pendapatan ekonomi bagi masyarakat. Harapannya, dengan adanya rumah konservasi untuk kunang-kunang di Bali, pemerintah, masyarakat, pemangku kepentingan serta anak muda dapat bersinergi bersama dan memberikan dukungan yang kuat dalam upaya pelestarian ini. Mari kita berkomitmen untuk melakukan pelestarian kunang-kunang di Indonesia, demi keberlanjutan ekosistem lingkungan kita. [ed. Amalia Zulfa]

DAFTAR PUSTAKA

BPS. (2020). Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Triwulan III tahun 2022. Berita Resmi Statistik No. 66/11/51/Th.XVI, 7 November 2022. https://bali.bps.go.id/id/pressrelease/2022/11/07/717714/pertumbuhan-ekonomi-bali-triwulan-iii-2022.html

Oba., K. Konishi., D. Yano., H. Shibata., D. Kato., T. Shirai. (2020). Resurrecting the Ancient Glow of the Fireflies. Sci. Adv. 2020; 6:eabc5705., 2 December 2020 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7710365/pdf/abc5705.pdf

Sara M. Lewis., Wan F. A. Jusoh., Anna C. Walker., Candace E. Fallon., Richard Joyce., and Vor Yiu. (2024). Illuminating firefly Diversity: Trends, Threats and Conservation Strategies. Insects 2024, 15, 71. https://www.mdpi.com/journal/insects

Types of Fireflies. Firefly Conservation & Research. https://www.firefly.org/types-of-fireflies.html