Sumber foto: aura-emagazine
Oleh: Merli Siahaan
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seluruh dunia saat ini sedang menghadapi tiga krisis planet (Triple Planetary Crisis) yakni perubahan iklim, polusi dan hilangnya biodiversitas. Kurangnya pengelolaan sampah dan manajemen sampah ternyata memiliki hubungan yang erat dengan triple planetary crisis. Perubahan iklim/climate change disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan karbon dioksida (CO2). Hilangnya keanekaragaman hayati/biodiversity loss sebagai pencemaran jangka panjang terhadap ekosistem daratan dan perairan oleh sampah yang membahayakan integritas seluruh ekosistem. Polusi/pollution yang dihasilkan dari sampah darat dapat menyebabkan pencemaran air dalam jangka panjang oleh patogen, logam berat, dan senyawa berbahaya.
Isu perubahan iklim menjadi sangat penting dan mendesak dewasa ini. Bukan hanya dapat dilihat, tetapi kita sendiri sudah merasakan dampak nyata dari perubahan iklim itu. Indonesia memiliki komitmen untuk mendukung target zero waste zero emission tahun 2050 sesuai dengan isi Perjanjian Paris/Paris Agreement tahun 2015. Kemudian pada pertemuan UNEA (United Nations Environment Assembly), pada 28 Februari hingga 2 Maret 2022, juga menghasilkan satu resolusi yaitu: to end Plastic Pollution. Secara resmi, plastik menjadi polutan baru yang dapat mencemari lingkungan darat, darat, dan perairan lautan.
PR Sampah Plastik dan Food Waste
Lalu, apakah kebiasaan-kebiasaan kita dalam sehari-hari yang bisa berujung kepada penyebab adanya perubahan iklim? Ternyata, aktivitas yang kita lakukan sehari-hari juga penting untuk diperhatikan karena salah satunya penggunaan sampah yang tidak terkelola juga menjadi penyebab masalah yang berujung berdampak langsung kepada perubahan iklim. Secara sederhana, kita sering menggunakan plastik sekali pakai mulai dari sampah bekas bungkus makanan, minuman, belanja menggunakan plastik sekali pakai dan masih banyak kebiasaan lainnya. Jika sampah-sampah plastik yang sekali pakai tersebut berujung tidak dikelola sebagaimana mestinya itu hanya akan berujung kepada pencemaran lingkungan.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 30,97 juta ton timbunan sampah pada tahun 2023. Namun, data ini belum lengkap. Sampai 17 Juli 2024, data sampah yang masuk baru berasal dari 280 kabupaten/kota, sedangkan Indonesia memiliki total 514 kabupaten/kota. Dari jumlah sampah yang sudah tercatat, 20,2 juta ton (65,24%) di antaranya berstatus terkelola dan 10,77 juta ton (34,76%) tidak terkelola. Artinya ini masih menjadi masalah besar bagi Indonesia.
Tidak hanya sampah plastik, ternyata sampah dari sisa makanan juga menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Wasted Index 2021, total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Angka tersebut menempati posisi keempat terbesar setelah China, India, dan Nigeria. Jika dilihat dari dampaknya sendiri, sampah makanan ini sangat berbahaya terhadap lingkungan.
Sampah makanan dapat menghasilkan gas metana yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global dan mencemari lingkungan dan biodiversitas makhluk hidup di darat dan di laut. Berbagai studi juga menyimpulkan bahwa sampah makanan juga dapat membebani sistem pengelolaan sampah hingga menjadi kontributor utama masalah lingkungan seperti perubahan iklim hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Jika kita tidak mengelola sampah dengan baik, secara tidak langsung kita juga sudah menjadi kontributor terhadap terjadinya perubahan iklim.
Pentingnya kesadaran masing-masing individu dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap isu lingkungan ini cukup membantu mengurangi masalah perubahan iklim akibat aktivitas sehari-hari yang berkelanjutan. Jika dilihat secara nyata, gas metana yang dihasilkan dari 12 ton sampah makanan itu setara dengan emisi gas CO2 yang dihasilkan 5,45 juta mobil dalam setahun di Indonesia. Ini menjadi angka yang cukup memprihatinkan, bukan?
Permasalahan pengelolaan sampah secara global juga menjadi isu yang saat ini menjadi pekerjaan domestik, terutama bagi Indonesia. Berdasarkan laporan dari United Nation Environment Programme (2021) yang berjudul, “From Pollution to Solution”, menyebutkan bahwa masih terdapat 38% sampah global yang tidak terkelola dengan baik yang mana ini mengakibatkan pencemaran lingkungan. Sementara Indonesia memiliki skenario pengelolaan sampah yang mana salah satu target terdekat yaitu target 2025 yaitu target Jakstranas dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Fokus dari target ini salah satunya adalah 70% penanganan sampah. Artinya, manajemen sampah yang tidak terkendali saat ini sedang diupayakan untuk diatasi.
Memulai Gaya Hidup Hijau
Green lifestyle/gaya hidup hijau adalah gaya hidup sehari-hari yang berkelanjutan yang dapat diterapkan secara terus menerus sebagai upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Gaya hidup ini perlu diterapkan secara konsisten upaya untuk mencegah dan mengatasi kerusakan lingkungan yang lebih parah di masa depan.
Ada berbagai solusi alternatif yang bisa kita lakukan untuk mulai memiliki gaya dan kebiasaan dalam sehari-hari untuk meminimalisir sampah yang berujung pada perubahan iklim yaitu:
- Cegah penggunaan plastik sekali pakai dengan menggunakan tumbler saat bepergian atau bekerja
- Belanja ke pasar atau ke mal membawa wadah atau tote bag
- Habiskan makanan upaya mengurangi pemanasan global
- Menggunakan wadah untuk bekal
- Menggunakan wadah untuk isi ulang produk rumah tangga
- Bawa dan sediakan tas untuk persiapan ketika belanja tak terduga
- Belanja di toko curah
Dimulai dari mana? Dimulai dari diri kita yang berupaya memberikan dampak nyata bagi kelestarian lingkungan. “Ubah kebiasaanmu sebelum iklim mengubahmu”. Ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk melatih diri agar lebih disiplin dan berkomitmen untuk menjaga bumi. Mulai menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tadinya merusak lingkungan, yang lambat laun berubah menjadi pelopor gerakan peduli lingkungan. Selain dari mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, penting juga kita mengetahui dulu bagaimana cara mengelola sampah dengan bijak. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita juga masih berpotensi untuk menghasilkan sampah. Meskipun mungkin bukan sampah rutin, namun jika dilakukan secara berkelanjutan akan menjadi masalah besar bagi lingkungan.
Berdasarkan fakta dan bukti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kita bisa melihat betapa mirisnya situasi global dan khususnya Indonesia dalam mengkonsumsi plastik maupun sampah sisa makanan. Aktivitas-aktivitas tersebut sejatinya sangat erat dengan kegiatan kita sehari-hari. Oleh karenanya, penting sekali bagi kita untuk meningkatkan kesadaran diri untuk bisa melakukan aksi nyata. Dimulai dari diri sendiri, lakukan gerakan perubahan untuk mengatasi perubahan iklim. Ubah mindsetmu dan selalu ingat untuk, “ubah kebiasaanmu sebelum iklim mengubahmu.” [ed. Amalia Zulfa]
DAFTAR PUSTAKA
UNEP/EA.5/Res. 14 “End plastic pollution: towards an international legally binding instrument : resolution / adopted by the United Nations Environment Assembly”
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
UNEP’S Global Management Outlook 2024 “The Global Waste Management Outlook offers an updated assessment of global waste management and an analysis of data concerning municipal solid waste management worldwide.“
UNEP Food Wasted Index 2021, “environmentally, socially and economically. Estimates suggest that 8-10% of global greenhouse gas emissions are associated with food that is not consumed.”
Anonymous. (Juli, 2024). Mengenal Apa Itu Green Lifestyle dan Metode Penerapannya. kumparan.com.https://m.kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-apa-itu-green-lifestyle-dan-metode-penerapannya-234LPVYNo8R#:~:text=Green%20lifestyle%20adalah%20gaya%20hidup,lebih%20parah%20di%20masa%20depan.
Recent Comments