Sumber : @wisatarantaulangsat_official

Oleh: M. Tammim Asyrofi

Ketika semua pohon telah ditebang, ketika ikan terakhir ditangkap, ketika semua air sudah tercemar, ketika semua udara sudah tak layak dihirup, barulah manusia akan menyadari bahwa mereka tidak bisa memakan uang.

Suku Talang Mamak dan Hutan

Suku Talang Mamak merupakan masyarakat adat yang mendiami daerah pinggiran taman nasional Bukit Tiga Puluh dan pesisir sungai Indragiri, terletak di beberapa kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Saat ini, pemukiman Suku Talang Mamak dapat ditemui di 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Batang Cenaku, Kecamatan Kelayang, Kecamatan Seberida, dan Kecamatan Batang Gansal. Suku Talang Mamak termasuk Suku Melayu Tua (Proto Melayu), Suku Talang Mamak juga menyebut diri mereka sebagai Suku Tuha, yang berarti suku pertama yang mendiami wilayah Indragiri Hulu. 

Menurut mitos yang beredar, Suku Talang Mamak adalah keturunan Adam ketiga yang turun dari kayangan ke bumi, ialah Patih, manusia pertama yang datang ke daerah Indragiri, tepatnya di daerah Sungai Limau lalu menetap di Sungai Tunu (daerah yang didiami oleh suku Talang Mamak di Indragiri), mitos ini berasal dari ungkapan sejarah Talang Mamak : “kandal tanah makkah, merapung di Sungai Limau, menjeram di sungai tunu” (Gilung, 2012).  

Suku Talang Mamak hidup berdampingan dengan hutan selama lebih dari ratusan tahun lalu. Mereka memanfaatkan hutan sebagai mata pencaharian, seperti mengambil buah-buahan hutan, kayu, hasil sungai dan lain-lain. Suku Talang Mamak menghargai hutan sebagai nilai budaya besar, Suku Talang Mamak tidak sembarangan dalam memanfaatkan sumber daya alam hutan. Mereka mengatur berbagai pengelolaan hutan melalui Hukum Adat dan keputusan pengelolaannya ditentukan oleh Patih. Patih merupakan seseorang yang memegang kekuasaan sekaligus simbol adat tertinggi Suku Talang Mamak.

Sumber : @wisatarantaulangsat_official

Suku Talang Mamak memiliki beberapa aturan adat dalam pengelolaan tanah, beberapa aturan utama dalam pengelolaan hutan yaitu : menganggap sumberdaya  hutan adalah milik bersama (common pool resource-CPRs), sedangkan kawasan pemukiman dan perkebunan adalah kepemilikan pribadi diwariskan di keluarga masing-masing, serta sungai adalah kawasan yang kepemilikannya berdasarkan kelompok. Selain itu, Suku Talang Mamak sangat memperhatikan aspek keberlanjutan dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan tidak mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Pengelolaan hutan oleh Suku Talang Mamak memiliki kearifan lokal yang unik sehingga tidak menimbulkan kerusakan hutan.

Wilayah Adat yang Hilang dan Perjuangan Suku Talang Mamak

Pada dasarnya suku Talang Mamak memiliki tanah seluas 365,816 Ha yang terdiri dari wilayah adat dan Hutan Adat, tersebar di Kecamatan Rakit Kulim, Kecamatan Rengat Barat, Kecamatan Seberida dan Kecamatan Batang Gansal (PD AMAN Indragiri Hulu, nd). Namun pada rentang tahun 2000-2007 suku Talang Mamak Kehilangan 49.100 Ha Wilayah adat yang diokupasi oleh berbagai korporasi seperti PT Inecda Plantation, PT Selantai Agro Lestari (SAL), PT Rigunas Agri Utama (RAU) dan anak perusahaan dari RAPP yaitu PT Bukit Batabuh Sei Indah (Charin & Hidayat, 2019).

Okupasi terjadi karena para korporasi mendapat izin HGU dengan cara menjanjikan kesejahteraan kepada para pemimpin-pemimpin desa dan adat, dengan dalih kesejahteraan masyarakat, para korporasi membujuk para tetua Suku Talang Mamak agar hutan dan tanahnya diserahkan kepada korporasi untuk diolah, para tetua adat yang terkecoh dan membuat kesepakatan dijadikan klaim oleh korporasi bahwa telah mendapatkan persetujuan dari masyarakat sehingga memuluskan jalan guna mendapatkan izin HGU dari pemerintah. Bahkan ada juga okupasi yang dilakukan oleh pihak swasta tanpa izin HGU, seperti PT Duta Palma Group dan PT Palem, yang menyerobot sekitar 1300 Ha wilayah adat Suku Talang Mamak. 

Lebih parahnya lagi, hingga tahun 2013, tercatat melalui data mongabay yang melakukan penelitian secara empiris, bahwa suku Talang Mamak hanya memiliki 2.300 Ha Hutan Rimba Puaka (Hutan Adat Lebat suku Talang Mamak) setelah banyak diserobot dan diokupasi oleh korporasi-korporasi (Wihardandi, 2013), mereka telah kehilangan puluhan ribu hektar wilayah adat selama rentang tahun 2000 hingga 2013, okupasi tersebut masih terus terjadi di tahun-tahun kemudian.

Suku Talang Mamak terus berjuang melakukan perlawanan terhadap land grabbing, akan tetapi perlawanan yang dilakukan tidak masif dan tidak terstruktur.  Mereka menyadari bahwa kemampuan yang mereka miliki tidak sebanding dengan kekuatan korporasi-korporasi yang menyerobot hutan adatnya, perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Talang Mamak tidak berarti sama sekali di hadapan para pemodal besar. Pada rentang waktu ini, perjuangan Suku Talang Mamak dalam upaya mengambil kembali Hutan adatnya selalu menemui kegagalan gagal bahkan ketika sudah menempuh jalur hukum sekalipun, masyarakat adat Talang Mamak pernah menggugat PT Inecda Plantation ke pengadilan namun kalah dalam persidangan. Hakim kala itu mengakui hutan adat namun tetap kalah secara pengakuan hukum.

Pada awal 2012, masyarakat Talang Mamak memulai gebrakan besar untuk menyelamatkan wilayah dan hutan adatnya. Para tetua suku, tokoh masyarakat, serta kaum intelektual dari Suku Talang Mamak mengadakan pertemuan untuk membahas rencana penyelamatan wilayah adat. Pada pertemuan tersebut, Suku Talang Mamak mencatat pengetahuan-pengetahuan, sejarah asal-usul Suku Talang Mamak, dan menyepakati beberapa strategi untuk mengadvokasi Hutan Adat agar diakui secara hukum. Dibantu oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada tahun 2016, masyarakat adat Talang Mamak menyerahkan naskah akademik kepada pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Akan tetapi, pemerintah daerah kala itu merespon lambat permintaan masyarakat Talang Mamak, akhirnya pada tanggal 23 Januari 2018 barulah diterbitkan SK Panitia Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Talang Mamak yang ditandatangani oleh Bupati Indragiri Hulu (Aman, 2018). Namun, pembentukan panitia pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) Talang Mamak tidak mengalami kemajuan sama sekali, bahkan Suku Talang Mamak tidak dilibatkan sama sekali dalam proses kepanitian tersebut.      

Perjuangan masyarakat adat Talang Mamak kemudian menemui babak baru, saat perwakilan Suku Talang Mamak telah menjalin komunikasi dengan pemerintah Provinsi Riau, dalam acara Sosialisasi dan Konsolidasi Masyarakat Adat di Pekanbaru pada oktober 2023 lalu pemerintah Provinsi Riau menyatakan dukungan terhadap pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak, pemerintah Provinsi Riau melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) menyampaikan bahwa pengakuan MHA Talang Mamak adalah wewenang dari pemerintah Provinsi Riau Dengan dibantu Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu (Aman, 2023). Namun, hingga saat ini belum ada kepastian akan pengakuan suku Talang Mamak, perjuangan Suku Talang Mamak masih berlanjut hingga kini, sayangnya permasalahan ini tidak pernah menjadi sorotan permasalahan agraria lokal maupun nasional, senyap dan seolah-olah ada atau tidaknya Suku Talang Mamak tidak berpengaruh apa-apa dalam dunia ini. 

Sumber : @wisatarantaulangsat_official

Masyarakat Adat Mencari Pengakuan Hukum

Suku Talang Mamak serupa dengan masyarakat adat lain yang berjuang mempertahankan tanah dan hutan adatnya, setidaknya ada 2061 komunitas adat di seluruh nusantara yang memperjuangkan 6,53 juta hektar hutan adat, hingga tahun 2022 hanya 76,1 ribu hektar hutan adat yang baru diakui pemerintah melalui 89 SK (Budianto, 2022). Jumlah ini sangat kecil dan jauh dari kata layak untuk perlindungan masyarakat adat, sehingga mengakibatkan masyarakat adat rentan menjadi korban dalam konflik agraria serta terancam hilang dari bagian kekayaan budaya Indonesia.

Lalu apa yang dapat kita lakukan? Sebagai masyarakat yang peduli terhadap nasib bumi ini, ada beberapa aksi yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan masyarakat adat. Pertama, dimulai dari membuat aksi solidaritas turun ke jalan maupun melalui media sosial untuk mengkampanyekan akan pentingnya pengakuan masyarakat adat demi keberlangsungan bumi. Kedua, kita juga dapat melakukan pendekatan politis dengan mengingatkan para elit politik akan pentingnya pengakuan masyarakat melalui perda maupun UU masyarakat adat. 

Keberadaan masyarakat adat sangat dibutuhkan dalam perspektif ekologis. Kearifan budaya dan pengelolaan alam berkelanjutan yang dimiliki oleh masyarakat adat merupakan warisan yang wajib dijaga, masyarakat adat memiliki peran sebagai kontrol keberlanjutan hutan dan penjaga keanekaragaman hayati dari generasi ke generasi, masyarakat adat juga merupakan aktor kunci dalam mengurangi perubahan iklim dunia. Membantu pengakuan masyarakat adat berarti membantu menyelamatkan krisis iklim dunia.  [ed. Amalia Zulfa]

DAFTAR PUSTAKA

Gilung. (2012). Talang Mamak: Hidup Terjepit Di Atas Tanah dan Hutannya Sendiri-Potret Konflik Kehutanan Antara Masyarakat Adat Talang Mamak Di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau Dengan Industri Kehutanan. Disampaikan sebagai Bahan Pelengkap Kesaksian Dalam Sidang Pengujian Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 14 Juni 2012.

Charin, R. O. P., & Hidayat, A. (2019). The Efforts of Talang Mamak Indigenous People to Maintain Their Existence in Customary Forest Resources Battle. Society, 7(1), 21–36. https://doi.org/10.33019/society.v7i1.78

Wihardandi, A. (2013, January 19). Talang Mamak, Hak Ulayat Musnah Diterjang Budaya Uang – Mongabay.co.id. Mongabay.co.id. https://www.mongabay.co.id/2013/01/19/talang-mamak-hak-ulayat-musnah-diterjang-budaya-uang

Aman., Putri, Anisa Tiara (2024). Sejarah Perjuangan Masyarakat Adat Talang Mamak:  Demi Hak dan Pengakuan. https://aman.or.id/story/the-fight-of-indigenous-peoples-of-talang-mamak-for-recognition-and-rights:-a-historical-account

Aman., Gunawan, Apriadi (2023). Propinsi Riau Dukung Pengajuan Masyarakat Adat Talang Mamak – AMAN. https://aman.or.id/news/read/1692

Aman., Jakob Siringoringo (2018). Pembangkangan Pemkab Inhu terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hutan Adat – AMAN. https://aman.or.id/news/read/869

Budianto, Y. (2022, June 7). Menguatkan Upaya Perlindungan Masyarakat Adat. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/riset/2022/06/08/menguatkan-upaya-perlindungan-masyarakat-adat-1

PD AMAN Indragiri Hulu, (nd.) Matriks Jumlah Usulan Wilayah dan Hutan Adat Talang Mamak , data olahan pribadi PD AMAN Indragiri Hulu