Baku, Azerbaijan [22/11] – Pada 21 November, delegasi pemuda dari Green Leadership Indonesia (GLI), Green Youth Movement (GYM), dan Ecological and Social Justice Laboratory (Ekososlab) berkesempatan melakukan presentasi di Paviliun Indonesia, pada gelaran konferensi perubahan iklim terbesar di dunia oleh UNFCCC yakni COP29 Baku, Azerbaijan. 

Pada sesi presentasi khusus di Paviliun Indonesia yang mengangkat tema “The Solidarity of Youth: Catalyzing Climate Action Through Leadership and Movement”, menjadi momentum bagi para pemuda yang berada di bawah nama Institut Hijau Indonesia untuk menyampaikan gagasasan dan mempromosikan program-progam yang telah dicapai selama ini. 

Adapun tim delegasi yang mewakili berjumlah 5 orang pemuda dari berbagai program dengan membawakan beberapa topik, di antaranya:

Farhani Akhfa Hapsari (Ekososlab) berbicara mengenai “The Solidarity of Youth Community for Indonesian Forest Sustainability”

Sebagai pemapar pertama dalam sesi ini, Akhfa menjelaskan terkait potensi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang begitu kaya, yang dimiliki Indonesia. Tidak hanya itu, pada tahun 2023, tercatat sekitar 64,16 juta jiwa pemuda Indonesia. Hal ini menunjukkan potensi bonus demografi yang bisa menjadi kekuatan besar dalam pembangunan bangsa. 

“Bisakah kalian membayangkan sebuah hutan yang hidup dan saling terhubung, dengan pohon-pohon yang berdiri tegak, didukung oleh akarnya, menyuburkan tanah, dan menciptakan ekosistem yang penuh kehidupan. Hutan ini mencerminkan kekuatan solidaritas di antara kaum muda. Sebuah kekuatan kolektif dengan potensi untuk menjaga kelestarian hutan di masa depan,” ucap Akhfa.

Akhfa juga menyebutkan program-program yang diinisiasi oleh Institut Hijau Indonesia, seperti Green Leadership Indonesia sebagai program pertama yang berfokus pada penguatan peran pemuda Indonesia dalam mewujudkan keadilan sosial dan ekologis; Green Youth Movement yang berfokus pada pendidikan lingkungan pelajar SMA; Pergerakan Perubahan Indonesia dan Dunia 2050 yang berfokus pada keterlibatan pemuda untuk mengambil aksi yang berkelanjutan di masa depan; Green PIL yang berfokus pada mempersiapkan generasi muda untuk menjadi advokat berperspektif keaadilan sosial dan ekologi; dan Ekososlab terkait pelibatan pemuda demi hutan yang keberlanjutan dan konservasinya.

Secara lebih lengkap ia memaparkan terkait program Ekososlab yang ia wakili, “Ekososlab memiliki tujuan berfokus pada kegiatan kepemudaan, menyediakan ruang belajar, terlibat untuk menjaga fungsi ekologis, dan mengupayakan selalu pertumbuhan yang berkelanjutan,” terangnya.

Sejauh ini sudah ada dua kegiatan yang telah dilaksanakan yakni Forestry Educamp dan Forestry Hub Indonesia. Dalam implementasi kegiatannya terdapat tiga prinsip yang dipegang yakni, inklusif, adaptif, dan intensif. Adapun kegiatan lain yang rencana dilaksanakan adalah Digital Learning Platform, Forest Product Market, International Conference, dan Forest Management Model by Youth. Tentunya semua kegiatan tersebut dilaksanakan dengan kolaborasi berbagai pihak.

Raffi Abya Saputra (GYM) berbicara mengenai “The vital role of youth in addressing deforestation and forest degradation for a sustainable future” 

Raffi, sapaan akrabnya dengan percaya diri memaparkan materi yang telah disusunnya. Berdasarkan aspirasi lebih dari 6.000 Green Ambasador dari berbagai daerah di Indonesia ia membawa isu terkait pengurangan deforestasi. “Sebagai generasi muda, kami bukan hanya penerus, tetapi juga pelopor perubahan dalam menghadapi salah satu tantangan lingkungan terbesar saat ini, yaitu deforestasi,” tegasnya.

Ia menekankan juga bahawa deforestasi saat ini begitu urgen untuk segera diatasi. “Sebab terjadinya deforestasi berdampak besar pada semua aspek kehidupan. Di sisi lain, meskipun Indonesia menjadi salah satu negara dengan luas hutan terbesar, deforestasi tetap menjadi masalah” jelasnya. “Mungkin beberapa upaya Indonesia telah menghasilkan kemajuan, tapi kolaborasi global tetap penting untuk mengatasi isu ini. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang untuk menjadikan pemuda sebagai agen perubahan yang utama,” lanjutnya.

Generasi muda memainkan peran penting dalam perubahan sosial dan lingkungan. Teori agent of change menekankan kreativitas, pengaruh, dan keberanian kita dalam mendorong transformasi. Sebagai perwakilan 16% dari populasi dunia, kita sebagai pemuda memiliki potensi besar untuk mengatasi deforestasi melalui kesadaran dan mobilisasi komunitas. Melalui SDGs 15, generasi muda dapat terlibat dalam pemantauan, advokasi, dan restorasi ekosistem, secara aktif membentuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Menjelang akhir pemaparannya, ia menjelaskan bahwa Green Youth Movement ini merupakan implementasi nyata dari Program Action for Climate Empowerment. Program ini diprakarsai oleh Institut Hijau Indonesia dan didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diluncurkan pada tahun 2023, program ini bertujuan untuk membentuk generasi muda menjadi pelopor dan duta lingkungan yang tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga melakukan tindakan nyata untuk melindungi lingkungan. Green Youth Movement telah berkembang pada tahun 2024 dengan lebih dari 6.000 green ambassador dari 36 provinsi di seluruh Indonesia. Program ini juga mencakup tiga bulan, dimulai dengan enam hari pembicaraan tentang isu lingkungan dan dua bulan pendampingan yang fokus pada pengembangan soft skills.

Queen Azalia Rahmawati (GYM) berbicara mengenai “Transitioning Beyond Plastic: Reducing Plastic Use for a Sustainable Future”

Membawa isu plastik Queen langsung memaparkan kondisi Indonesia sebagai sebagai negara dengan luas perairan terbesar menghadapi tantangan yang besar pula terkait dengan polusi plastik. “52 persen ekosistem terancam oleh sampah plastik, yang menghambat pertumbuhannya dan mengurangi kapasitas penyerapan karbon mereka. Polusi plastik turut memperburuk krisis iklim. Di Indonesia, polusi plastik menyumbang 10% hingga 15% emisi gas rumah kaca. Secara global, plastik menyumbang 3,2% emisi, dan jika kita tidak segera bertindak, sampah plastik tidak hanya akan mencemari lautan kita, tetapi juga mengancam masa depan kita,” terangnya.

Queen juga menjelaskan bagaimana peran pemuda lagi-lagi menjadi hal yang krusial. Tidak hanya sekadar wacana di atas kertas saja, ia menginisiasi sebuah program bernama GreenFill Bulkstore. Menurutnya, GreenFill Bulkstore bukan hanya tentang mengurangi plastik, tetapi juga menciptakan ruang untuk penggunaan kembali yang berkontribusi pada pengurangan emisi dan mendukung transisi energi.

“Secara global, 45% emisi gas rumah kaca berasal dari produksi dan konsumsi barang sekali pakai. Statistik ini sangat mengkhawatirkan saya dan menginspirasi untuk bertindak. Mendaur ulang saja tidak cukup. Itulah sebabnya saya memulai GreenFill Bulkstore, sebuah kontainer isi ulang yang awalnya dimulai di kamar tidur saya dan didukung oleh proyek internasional Asian Girls in Action Project atau Asian Girls Campaign di Taiwan pada tahun 2023. Tujuan saya sederhana, membantu mengurangi limbah plastik dengan menawarkan alternatif,” ucap Queen.

Aksinya itu juga turut didukung oleh teman-temannya dari Green Youth Movement dan Learning Hub. Dalam sesi kelas, mereka membuat kantong anjing dan membagikannya kepada komunitas lokal. Menariknya, ini tidak hanya dilakukan di pusat pembelajaran mereka, tetapi juga sebagai bagian dari kampanye yang mereka lakukan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai khususnya.

“Melalui inisiatif seperti Greenfill Bulkstore, kami membuktikan bahwa setiap tindakan berhasil memberi dampak. Mari kita perluas upaya ini dan mengurangi sampah plastik,” tegasnya.

Desy Marianda Arwinda (GLI) berbicara mengenai “Green Leaders as Catalyst of Change”

Desy menyampaikan keprihatinannya terkait dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Dia meyakini bahwa para pemimpin muda membawa perspektif baru serta ide-ide inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut, sembari menginspirasi rekan-rekan mereka dengan energi dan kemampuan beradaptasi mereka.

Dalam isu sosial dan ekologi, Green Leadership Indonesia melibatkan pemuda dan melibatkan sejumlah besar kolaborator. Pemuda-pemuda ini dikembangkan menjadi individu yang terus termotivasi melalui kurikulum pembelajaran dengan 4 layer yang perlu dilalui. Keempat layer tersebut mencakup Layer Character Building, Layer Lokal, Layer Nasional dan Layer Internasional. Dalam jumlahnya, ratusan Green Leaders juga tersebar di berbagai daerah di 36 provinsi di Indonesia. Dalam ranah isu sosial pemuda Indonesia juga menyoroti terkait individualisme, konsumerisme, dan perpecahan dalam masyarakat.

“Sebagai gerakan pemuda dan sebagai pemimpin muda, kita bisa menjadi katalisator perubahan untuk menulis, menyuarakan, dan mengambil aksi nyata. Terdapat gerakan kolektif yang menyuarakan isu iklim di tingkat grass root, nasional, regional bahkan global. Kami sangat percaya bahwa tidak ada planet B,” tutupnya.

Mochammad Yosi Pratikno (GLI) berbicara mengenai, “A Youth Solidarity on Climate Action through Local Innovation and Technology”

“Bayangkan kita berdiri di tahun 2050, dimana langit lebih biru dan bumi lebih hijau. Bagaimana kita bisa mencapai itu?” tanya Yosi mengawali presentasinya. Dengan semangat solidaritas untuk dunia hijau, ia menekankan bahwa solusi untuk masalah lingkungan harus dimulai dari aksi nyata hari ini.

Melalui program GLI, pemuda Indonesia telah membuktikan kemampuan mereka dalam menciptakan perubahan. Program ini berfokus pada tiga aspek utama: pembangunan inisiatif, aksi bersih, dan pembangunan gerakan. Salah satu program unggulan adalah Green Innovation Week (GROW), yang telah melahirkan lebih dari 100 aksi nyata di berbagai daerah.

Contoh inspiratif datang dari pemuda pesisir Jawa Timur dengan program “RUAS KATA”, yang fokus pada pelestarian dan pemanfaatan mangrove. Di Yogyakarta, inovasi MaggoHome menunjukkan kreativitas pemuda dalam pengelolaan sampah. Yosi sendiri mengembangkan Eyster, teknologi filtrasi PM10 berbasis limbah cangkang tiram yang terintegrasi dengan IoT.

Kemudian ada KAMPA (Gerakan Mandiri Pangan) menjadi bukti lain bagaimana pemuda berkontribusi dalam ketahanan pangan dan keadilan iklim. Program ini membantu masyarakat desa menanam tanaman lokal bernilai ekonomi tinggi seperti Suweg, sekaligus mengatasi tantangan kekeringan.

“COP29 bukan akhir dari diskusi, melainkan awal dari gerakan besar untuk perubahan iklim,” tegas Yosi. Ia meyakini bahwa kolaborasi pemuda dapat menciptakan dampak global yang signifikan. Langkah-langkah kecil yang dilakukan bersama hari ini akan menentukan kualitas planet yang diwariskan untuk generasi mendatang.

Melalui berbagai inisiatif ini, pemuda Indonesia membuktikan bahwa mereka tidak hanya bicara tentang perubahan iklim, tetapi juga bertindak nyata dengan solusi inovatif. Seperti yang Yosi sampaikan di akhir presentasinya, “Bersama, kita bisa membuat perbedaan. Bersama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik.”

Presentasi  dari kelima delegasi mendapat sambutan hangat dari para pengunjung. Sesi tanya jawab yang mengikuti presentasi berlangsung cukup dinamis. Dari berbagai pertanyaan dari pengunjung menunjukkan ketertarikan mendalam, di sisi lain para penanya juga menunjukkan apresiasi langsung berupa pujian akan keterlibatan pemuda yang berinisiatif dalam mengatasi perubahan iklim. 

“Saya dari Tunisia turut bangga, melihat delegasi muda berpresentasi dengan latar belakang dan energi yang baik,” ucap salah satu penanya. 

Tidak hanya itu, para pengunjung juga ikut memberikan apresiasi tepuk tangan ketika salah satu delegasi yaitu Raffi menyebutkan umurnya yang masih 16 tahun. Mereka juga terkesan dengan pendekatan inovatif para delegasi muda lainnya dalam melibatkan diri untuk menjadi penggerak dalam aksi  iklim bagi sekitarnya.

Sesi yang berlangsung di Pavilion Indonesia ini menjadi bukti nyata bahwa inisiatif pemuda Indonesia dalam aksi iklim telah mendapat pengakuan internasional dan tidak bisa dianggap sebelah mata. Hal ini dapat memberikan penguat bagi posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang serius dalam upaya penanganan perubahan iklim, dengan generasi mudanya sebagai motor penggerak utama perubahan.

Tonton selengkapnya di channel YouTube COP UNFCCC – Indonesia Pavilion (menit 4.33.50).